Minggu, 30 Oktober 2011

Ciri-Ciri Seorang Muslim


Bentuk tubuh Rasulullah

Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. yang pernah hidup bersama Rasulullah SAW, berkata:

“Saya bertanya kepada paman saya, Hind bin Abi Halah -yang selalu berbicara tentang Nabi yang mulia- untuk menceritakan kepada saya berkenaan dengan Nabi, agar kecintaan saya bertambah. Ia berkata, ‘Nabi Allah sangat berwibawa dan sangat dihormati. Wajahnya bersinar seperti purnama. Ia lebih tinggi dari orang-orang pendek dan lebih pendek dari orang-orang jangkung. Kepalanya agak besar dengan rambut yang ikal. Bila rambutnya itu bisa disisir, ia pasti menyisir rambutnya. Kalau rambutnya tumbuh panjang, ia tak akan membiarkannya melewati daun telinga. Kulit wajahnya putih dengan dahi yang lebar. Kedua alisnya panjang dan lebat, tapi tidak bertemu.

Di antara kedua alisnya, ada pembuluh darah melintang yang tampak jelas ketika beliau marah. Ada seberkas cahaya yang menyapu tubuhnya dari bawah ke atas, seakan-akan mengangkat tubuhnya. Jika orang berjumpa dengannya dan tidak melihat cahaya itu, orang mungkin menduga ia mengangkat kepalanya karena sombong.’


‘Janggutnya pendek dan tebal; pipinya halus dan lebar. Mulutnya lebar dengan gigi-gigi yang jarang dan bersih. Di atas dadanya ada bulu yang sangat halus; lehernya seperti batang perak murni yang indah. Tubuhnya serasi (semua anggota tubuhnya sangat serasi dengan ukuran anggota tubuh yang lain). Perut dan dadanya sejajar. Bahunya lebar, sendi-sendi anggota badannya gempal. Dadanya bidang. Bagian tubuhnya yang tidak tertutup pakaian bersinar terang. Segaris bulu yang tipis memanjang dari dada ke pusarnya. Di luar itu, dada dan perutnya tidak berbulu sama sekali. Lengan, bahu dan pundaknya berbulu. Lengannya panjang dan telapak tangannya lebar. Tangan dan kakinya tebal dan kekar. Jari-jemarinya panjang. Pertengahan telapak kakinya melengkung, tidak menyentuh tanah, air tidak membasahinya.

Ketika berjalan ia mengangkat kakinya dari tanah dengan dada yang dibusungkan. Langkah-langkahnya lembut. Ia berjalan cepat seakan-akan menuruni bukit. Bila berhadapan dengan seseorang, Ia hadapkan seluruh tubuhnya, bukan hanya kepalanya. Matanya selalu merunduk. Pandangannya ke arah bumi lebih lama daripada pandangannya ke langit. Sesekali ia memandang dengan pandangan sekilas. Ia selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan salam kepada orang yang ditemuinya di jalan.’”

Cara bicara Rasulullah

Kemudian Imam Hasan berkata, “Ceritakan kepadaku cara bicaranya.”

Hind bin Abi Halah berkata, “Ia selalu tampak sendu, selalu merenung dalam, dan tidak pernah tenang. Ia banyak diamnya. Ia tidak pernah berbicara yang tidak perlu. Ia memulai dan menutup pembicaraannya dengan sangat fasih. Pembicaraannya singkat dan padat, tanpa kelebihan kata-kata dan tidak kekurangan perincian yan diperlukan. Ia berbicara lembut, tidak pernah kasar atau menyakitkan. Ia selalu menganggap besar anugerah Tuhan betapapun kecilnya. Ia tidak pernah mengeluhkannya. Ia juga tidak pernah mengecam atau memuji berlebih-lebihan apapun yang ia makan

Dunia dan apapun yang ada padanya tidak pernah membuatnya marah. Tetapi, jika hak seseorang dirampas, ia akan sangat murka sehingga tidak seorang pun mengenalnya lagi dan tidak ada satu pun yang dapat menghalanginya sampai ia mengembalikan hak itu kepada yang punya. Ketika menunjuk sesuatu, ia menunjuk dengan seluruh tangannya. Ketika terpesona, ia membalikkan tangannya ke bawah. Ketika berbicara,terkadang ia bersedekap atau merapatkan telapak tangan kanannya pada punggung ibu jari kirinya. Ketika marah, ia palingkan wajahnya. Ketika tersinggung, ia merunduk. Ketika ia tertawa, gigi-giginya tampak seperti untaian butir-butir hujan es.

Imam Hasan berkata, “Saya menyembunyikan berita ini dari Imam Husain sampai suatu saat saya menceritakan kepadanya. Ternyata ia sudah tahu sebelumnya. Kemudian saya bertanya kepadanya tentang berita ini. Ternyata ia telah bertanya kepada ayahnya (Imam Ali) tentang Nabi, di dalam dan di luar rumah, cara duduknya dan penampilannya, dan ia menceritakan semuanya.”

Akhlak Rasulullah ketika masuk rumah

Imam Husain berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang perilaku Nabi ketika ia memasuki rumahnya. Ayahku berkata, ‘Ia masuk rumah kapan saja ia inginkan. Bila berada di rumah, ia membagi waktunya menjadi tiga bagian; sebagian untuk Allah, sebagian untuk keluarganya, sebagian lagi untuk dirinya. Kemudian ia membagi waktunya sendiri antara dirinya dan orang lain; satu bagian khusus untuk sahabatnya dan bagian lainnya untuk umum. Ia tidak menyisakan waktunya untuk kepentingan dirinya. Termasuk kebiasaannya pada bagian yang ia lakukan untuk orang lain ialah mendahulukan atau menghormati orang-orang yang mulia dan ia menggolongkan manusia berdasarkan keutamaannya dalam agama. Di antara sahabatnya, ada yang mengajukan satu keperluan, dua keperluan, atau banyak keperluan lain. Ia menyibukkan dirinya dengan keperluan mereka. Jadi, ia menyibukkan dirinya untuk melayani mereka dan menyibukkan mereka dengan sesuatu yang baik bagi mereka.

“Ia sering menanyakan keadaan sahabatnya dan memberi tahu mereka apa yang patut mereka lakukan. ‘mereka yang hadir sekarang ini harus memberitahukan kepada yang tidak hadir. Beritahukan kepadaku orang yang tidak sanggup menyampaikan keperluannya kepadaku. Orang yang menyampaikan kepada pihak yang berwenang keluhan seseorang yang tidak sanggup menyampaikannya, akan Allah kokohkan kakinya pada Hari Perhitungan’. Selain hal-hal demikan, tidak ada yang disebut-sebut dihadapannya dan tidak akan diterimanya. Mereka datang menemui beliau untuk menuntut ilmu dan kearifan. Mereka tidak bubar sebelum mereka menerimanya. Mereka meninggalkan majlis Nabi sebagai pembimbing untuk orang di belakangnya.’

Akhlak Rasulullah di luar rumah

“Aku bertanya kepadanya tentang tingkah laku Nabi yang mulia di luar rumahnya. Ia menjawab, ‘Nabi itu pendiam sampai ia merasa perlu untuk bicara. Ia sangat ramah kepada setiap orang. Ia tidak pernah mengucilkan seorang pun dalam pergaulannya. Ia menghormati orang yang terhormat pada setiap kaum dan memerintahkan mereka untuk menjaganya kaumnya. Ia selalu berhati-hati agar berperilaku yang tidak sopan atau menunjukkkan wajah yang tidak ramah kepada mereka. Ia suka menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya dan keadaan orang-orang di sekitar mereka, misalnya keluarganya atau tetangganya. Ia menunjukkan yang baik itu baik dan memperkuatnya. Ia menunjukkan yang jelek itu jelek dan melemahkannya. Ia selalu memilih yang tengah-tengah dalam segala urusannya.’

“Ia tidak pernah lupa memperhatikan orang lain karena ia takut mereka alpa atau berpaling dari jalan kebenaran. Ia tidak pernah ragu-ragu dalam kebenaran dan tidak pernah melanggar batas-batasnya. Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah orang-orang yang paling baik. Orang yang paling baik, dalam pandangannya, adalah orang-orang yang paling tulus menyayangi kaum muslimin seluruhnya. Orang yang paling tinggi kedudukannya disisinya adalah orang yang paling banyak memperhatikan dan membantu orang lain.’”

Cara Rasulullah duduk

Imam Husain berkata, “Kemudian aku bertanya kepadanya tentang cara Rasulullah duduk. Ia menjawab, ‘Rasulullah tidak pernah duduk atau berdiri tanpa mengingat Allah. Ia tidak pernah memesan tempat hanya untuk dirinya dan melarang orang lain duduk di situ. Ketika datang di tempat pertemuan, ia duduk dimana saja tempat tersedia. Ia juga menganjurkan orang lain untuk berbuat yang sama. Ia memberikan tempat duduk dengan cara yang sama sehingga tidak ada orang yang merasa bahwa orang lain lebih mulia ketimbang dia. Ketika seseorang duduk di hadapannya, ia akan tetap duduk dengan sabar sampai orang itu berdiri atau meninggalkannya. Jika orang meminta sesuatu kepadanya, ia akan memberikan tepat apa yang orang itu minta. Jika tidak sanggup memenuhinya, ia akan mengucapkan kata-kata yang membahagiakan orang itu. Semua orang senang pada akhlaknya sehingga ia seperti ayah bagi mereka dan semua ia perlakukan dengan sama.

Majlisnya adalah majlis kesabaran, kehormatan, kejujuran dan kepercayaan. Tidak ada suara keras di dalamnyadan tidak ada tuduhan-tuduhan yang buruk. Tidak ada kesalahan orang yang diulangi lagi di luar majlis. Mereka yang berkumpul dalam pertemuan memperlakukan sesamanya dengan baik dan mereka satu sama lain terikat dalam kesalehan. Mereka rendah hati, sangat menghormati yang tua dan penyayang kepada yang muda, dermawan kepada yang fakir, dan ramah kepada pendatang dari luar.’

Cara Rasulullah bergaul dengan sahabatnya

“Aku bertanya kepadanya bagaimana Rasulullah bergaul dengan sahabat-sahabatnya. Ia menjawab, ‘Rasulullah ceria, selalu lembut hati, dan ramah. Ia tidak kasar dan tidak berhati keras. Ia tidak suka membentak-bentak. Ia tidak pernah berkata kotor, tidak suka mencari-cari kesalahan orang, juga tidak suka memuji-muji berlebihan.Ia mengabaikan apa yang tidak disukainya dalam perilaku orang begitu rupa sehingga orang tidak tersinggung dan tidak putus asa. Ia menjaga dirinya untuk tidak melakukan tiga hal: bertengkar, banyak omong, dan berbicara yang tidak ada manfaatnya.Ia juga menghindari tiga hal dalam hubungannya dengan orang lain: mengecam orang, mempermalukan orang, dan mengungkit-ungkit kesalahan orang.

Ia tidak pernah berkata kecuali kalau ia berharap memperoleh anugerah Tuhan. Bila ia berbicara, pendengarnya menundukkan kepalanya, seakan-akan burung bertengger di atas kepalanya. Baru kalau ia diam, pendengarnya berbicara. Mereka tidak pernah berdebat di hadapannya. Jika salah seorang di antara mereka berbicara, yang lain mendengarkannya sampai ia selesai. Mereka bergiliran untuk berbicara di hadapannya. Ia tertawa jika sahabatnya tertawa; ia juga terkagum-kagum jika sahabatnya terpesona. Ia sangat penyabar kalau ada orang baru bertanya atau berkata yang tidak sopan, walaupun sahabat-sahabatnya keberatan. Ia biasanya berkata, “Jika kamu melihat orang yang memerlukan pertolongan, bantulah ia.” Ia tidak menerima pujian kecuali dari orang yang tulus. Ia tidak pernah menyela pembicaraan orang kecuali kalau orang itu melampaui batas. Ia menghentikan pembicaraannya atau berdiri meninggalkannya.

Diamnya Rasulullah

“Kemudian aku bertanya padanya tentang diamnya Nabi. Ia berkata, ‘Diamnya Nabi karena empat hal: karena kesabaran, kehati-hatian, pertimbangan, dan perenungan. Berkaitan dengan pertimbangan, ia lakukan untuk melihat dan mendengarkan orang secara sama. Berkaitan dengan perenungan, ia lakukan untuk memilah yang tersisa (bermanfaat) dan yang binasa (yang tidak bermanfaat). Ia gabungkan kesabaran dengan lapang-dada. Tidak ada yang membuatnya marah sampai kehilangan kendali diri. Ia berhati-hati dalam empat hal: dalam melakukan perbuatan baik sehingga orang dapat menirunya; dalam meninggalkan keburukan sehingga orang berhenti melakukannya; dalam mengambil keputusan yang memperbaiki ummatnya; dan dalam melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat.”



0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates